.

Kamis, 27 Juni 2013

SEL SURYA YANG MENGADOPSI FOTOSINTESIS



gambar: www.chem-is-try.org/artikel_kimia/teknologi_tepat_guna/dunia-tak-lagi-butuh-energi-fosil/

Energi surya merupakan salah satu energi yang sedang giat dikembangkan saat ini. Salah satu aplikasi energi surya adalah pemanfatannya dalam konversi energi cahaya menjadi listrik yaitu dengan sel surya. Sel surya menjadi salah satu bentuk energi terbarukan atas solusi krisis energi, sehingga banyak penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan ‘solusi cerdas atasi masalah energi’.
Indonesia sebenarnya sangat berpotensi untuk menjadikan sel surya sebagai salah satu sumber energi masa depan, mengingat posisi Indonesia pada garis khatulistiwa yang memungkinkan sinar matahari dapat optimal diterima di hampir seluruh Indonesia sepanjang tahun. Pengembangan solar cell atau sel surya menjadi sebuah tuntutan ketika manusia dihadapkan pada berbagai kerusakan lingkungan akibat penggunaan bahan bakar fosil dan global warming. Perkembangan yang menarik dari teknologi sel surya saat ini salah satunya adalah sel surya yang mengadopsi sistem fotosintesis oleh Jong Hyun Choi, seorang asisten professor di Purdue University.
Energi surya adalah energi yang didapat dengan mengubah energi panas surya (matahari) melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk lain. Energi surya menjadi salah satu sumber pembangkit daya selain air, uap, angin, biogas, batu bara, dan minyak bumi. Teknik pemanfaatan energi surya mulai muncul pada tahun 1839, ditemukan oleh A.C. Becquerel. Ia menggunakan kristal silikon untuk mengkonversi radiasi matahari, namun sampai tahun 1955 metode itu belum banyak dikembangkan. Selama kurun waktu lebih dari satu abad itu, sumber energi yang banyak digunakan adalah minyak bumi dan batu bara. Upaya pengembangan kembali cara memanfaatkan energi surya baru muncul lagi pada tahun 1958.
Seperti layaknya sel tumbuhan hidup, sel surya dengan prinsip kerja fotosintesis ini mampu memperbaiki atau mereparasi dirinya sendiri sehingga lebih awet dan tahan lama. Sel ini dapat mengkonversi energi dari cahaya matahari menjadi energi listrik. Hal yang berbeda dari sel surya komersial lainnya adalah bahwa sel surya ini terbuat dari bahan karbon nanotubes dan DNA dengan fotoreseptor suatu zat warna yang disebut kromofor (chromophore) sebagai pengganti klorofil pada tumbuhan. Sel fotoelektrokimia ini mengkonversi energi cahaya matahari menjadi energi listrik menggunakan elektrolit untuk mentransfer elektron dan menciptakan arus listrik. Sistem sel ini tersusun atas lapisan karbon nanotubes yang dihubungkan dengan zat warna kromofor menggunakan suatu untai molekul oligonukleotida (semacam DNA). Kromofor bertindak sebagai penyerap energi cahaya matahari yang akan mentransfer elektronnya kepada nanotube karbon lewat elektrolit. Karbon nanotube yang merupakan konduktor yang baik kemudian akan menghasilkan arus listrik dari elektron yang kemudian dapat digunakan untuk berbagai keperluan manusia. Kromofor ini rentan terhadap cahaya dan mudah rusak, sehingga perlu untuk diganti. Disinilah untai DNA berperan penting karena dapat mengkode pembuatan kembali kromofor sehingga dapat digunakan kembali. Terobosan yang sangat cemerlang ini dapat menghasilkan cara baru menuai energi alternatif. Hal ini terinspirasi oleh sistem mekanisme konversi energi matahari ke bentuk energi lain yang dimiliki oleh alam, seperti halnya fotosintesis yang sangat efisien. Kemudian diaplikasikan dengan menggabungkan teknologi biomolekul dan nanomaterial. Tidak tertutup kemungkinan terobosan sel surya tersebut diproduksi secara massal demi penggunaan energi yang ramah lingkungan secara global.
Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.